Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah.
Sesungguhnya
orang-orang yang membeci kamu dialah yang terputus.
Islam
Alloh turunkan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW, salah satunya adalah
agar menjadi Rakhmat bagi sekalian alam. Dengan kata lain, Islam bukan hanya
diturunkan agar manusia kembali pada tauhid yang benar semata, yaitu secara
vertical menyembah kepadaNYa, namun juga membawa atau menjadi Rakhmat bagi alam
sekitar manusia. Orang yang telah
kembali kepada Islam, kepada Tauhid yang benar, adalah orang yang betul-btul
hanya menyembah dan beribadah kepada Alloh serta keberadaannya menjadi rakhmat
bagi lingkungan sekitarnya.
Penulis
mencoba mengajak kita bersama-sama merenungkan sejauh mana ke-Islaman kita
membawa rakhmat bagi alam ini. Berbicara alam mungkin terlalu luas, maka mari
kita sempitkan lagi salah satu bagian dari ala mini yaitu kita manusia, yang secara garis besar ada dua
golongan besar yaitu Muslim dan non muslim. Sejauh mana Islam menjadi Rakhmat
bagi sesame manusia? Kalau berbicara non
muslim, mereka mayoritas, masing-masing memiliki system sendiri, maka yang
sangat urgen untuk kita cek ulang adalah
sejauh mana orang Islam menjadi rakhmat bagi sesame orang Islam?
Inti
dari pembicaraan kita adalah Sejauh mana keislaman kita, ibdah yang kita
lakukan berdampak secara secara vertical dan horizontal, dampak secara ritual
dan social, dampak secara ketuhanan dan kemanusiaan. Bahkan ketika manusia akan
kembali ata memeluk Islam ang tadinya kafir, Alloh SWT memerintahkan kepada
yang bersangkutan untuk mengakui dua hal yaiu :
1. Secara vertical mengakui keEsaan
Alloh, sebagai satu-satunya rob baginya
2. Secara social atau horizontal,
adalah mengakui manusia, yaitu Nabi Muhammad sebagai u5usanNya.
Hampir
dalam setiap perintah Ibadah selalu terkandung atau terkait dengan masalah
social dan ritual, sebagai salah satu contoh ketika Alloh memerintahkan sholat
dan berkurban,seperti dalam surat ke 108 dalam Al-qur’an yaitu Al-kautsar ayat
1 sampai 3,
Dalam Surat ini Allah SWT berfirman
kepada nabi-Nya, Muhammad SAW, sekaligus mengingatkan tentang nikmat yang telah
diberikan kepadanya: Dalam at-Tafsiir
al-Yasiir karya Syaikh Yusuf bin Muhammad al-Owaid, menerangkan
tentang makna dan kandungan surat ini bahwa setelah menyebutkan nikmat-Nyya
yang diberikanNya, Dia SWT memerintahkannya untuk mensyukuri nikmat itu dengan
menjadikan shalat dan sembelihannya haya untuk Allah SWT, tidak seperti
orang-orang musyrik yang bersujud dan menyembelih (binatang) untuk selain
Allah, seperti patung, para wali dan lain sebagainya.
Dua
macam ibadah ini secara khusus disebut karena keduanya merupakan ibadah yang
paling utama dan yang paling mulia. Shalat mengandung ketundukan kepada Allah
SWT, di hati dan di anggota badan. Sedangkan menyembelih adalah bentuk
pendekatan diri kepada Allah dengan harta berharga yang dimiliki manusia, yaitu
onta, sapi dan kambing, padahal jiwa manusia itu secara kodrati amat mencintai
harta.
Secara
ritual atau vertical sholat merupakan penghambaan kepada Alloh secara secra
langsung yang melibatkan hati, lisan dan fisik melalui gerakan yang telah
ditentukanNya. Namun sholat juga harus memiliki dampak secara social walau secara kasat mata memang tidak ada satu bagian pun dari
ritual shalat yang menyentuh sisi-sisi kemanusiaan. Namun dalam beberapa ayat
yang bila kita lihat dan teliti lebih mendalam ayat yang menjelaskan perintah
Allah untuk menunaikan ibadah shalat dapat diketahui
bahwa shalat memang berhubungan dengan
aspek hubungan social. Ayat yang menyinggung tentang shalat antara lain
terdapat pada surat Al-Ankabut ayat 45:
“Sesungguhnya shalat itu mencegah daripada
perbuataan keji dan mungkar.”
Bahwa efek yang dihasilkan dari
pelaksanaan shalat ialah perbaikan dalam kehidupan sosial orang yang shalat
itu. Ia akan senantiasa berusaha berbuat baik kepada orang lain dan berusaha
menghindari perbuatan buruk. Lalu pada surat Al-Ma’un, Allah berfirman:
“Apakah kamu melihat orang-orang
yang mendustakan agama? Mereka itulah orang-orang yang menghardik anak yatim.
Dan tidak menganjurkaan memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang
yang shalat. Yaitu mereka yang lalai terhadap shalatnya. Dan mereka berbuat
riya’. Dan melarang (memberi) barang yang berguna.”
Qurban
selain merupakan perwujudan rasa syukur dengan mengorbankan hartanya juga
merupakan perwujudan rasa solidaritas social kepada orang lain yang
membutuhkannya, dengan mengurbankan apa yang ia miliki untu dinikmati oleh
oaring lain. Maka berqurban sangat penting memperhatikan pendistribusiannya,
apakah tepat sasaran atau sebaliknya, karena qurban bukan pesta sembelihan
binatang layaknya umat lain. Terkadang mereka yang sebenarnya setiap hari mampu
membeli dan memakan daging justru mendpat jatah jauh lebih bayak dari mereka yang
hanya memakan daging hanya saat hari raya saja.