Jumat, 08 November 2013

Perkembangan Musik Indonesia



Perkembangan Musik Indonesia


 Mendengar atapun menikmati musik pada dasarnya merupakan salah satu fitrah yang dianugerahkan Tuhan pada makhluknya yang bernama manusia, tanpa kecuali. Setidaknya untuk mendengarkan keindahan alunan suara yang memiliki irama atau aturan tertentu, ataupun suara yang indah terdengar leh telinga, contoh sederhana adalah mendengarkan kicai burung.
Dengan pemahaman tersebut, kemungkinan musik atauu cikal bakal musik  telah ada sejak manusia ada di mukabumi ini, hanya bentuknya yang berbeda setiap zamannya. Jika dalam sejarah peradaban manusia kita mengenal istilah zaman prasejarah, maka dalam membahas sejarah perkembangan musikpun tidak terlepas dengan istilah atau zaman prasejarah tersebut.
Begitu pula dengan keberadaan musik di Indonesia, konon telah dikenal sejak zaman prasejarah. Prasejarah Musik Indonesia dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, menurut penelitian barat sehingga musik itu dikatakan telah melampaui batas bahasa, kebudayaan bahkan agama. Bagi orang barat, India sering disamakan dengan Indonesia. Mereka menyebut India dengan Indie (Nedherland-Oost) yang maksudnya Indonesia.
Lalu bagaimana perkembagan musik Indonesia sejak zama prasejarah hingga abad modern ini? Kita akan melihat perkembangan musik Indonesia dalam tiga zaman, yaitu prasejarah, zaman sejarah, dan Zaman modern sekarang ini.



A.      Jaman Prasejarah  
Jaman prasejarah sebuah bangsa adalah jaman dimana belum di kenal tulisan-tulisan yang ,menggambarkan bangsa bersangkutan. Kebaradaan bangsa beserta kebudayaannya dikenal hanya memalaui peninggalan-peninggalan arkeologi. Jaman praserjarah  ternyata  belum banyak diteliti dengan kata lain diselidiki oleh para arkeolog , sejarawan atau yang lain. Padahal zaman prasejarah Indonesia yang dmulai  kira-kira 2500 Sebelum Masehi dan abad ke-1 Masehi ditemukan perkembangan kebudayaan termasuk musik sampai saat ini.


 

 Alec Robertson dan Denis Stevens (penulis buku Geschichte der Musik 1 dari Munchen, Germany), mengatakan bhwa pada jaman Mesolitikum kira-kira tahun 5000 SM di Asia Tenggara terdapat 3 ras besar, yaitu orang Australide (penduduk asli), orang Melanesia (berasal dari Asia Tengah) dan orang Negrito (mungkin dari India).  

1.   Imigrasi Pra-Melayu
Diperkirakan oleh para ahli sejarah, bahwa antara tahun 2500 dan 1500 SM telah terjadi suatu perpindahan bangsa dari Asia Tengah ke Asia Tenggara, termasuk ke wilayah Indonesia. Perpinpindahan tersebut merupakan imigrasi besar-besaran dengan tjuan untuk menetap di wilayah yang baru nantinya.







 Dalam perpindahan tersebut mereka membawa serta kebudayaan mereka, speperti kebudayaan bambu serta teknik pengolahan lading. Imigran dari Annam (Cina Selatan) mereka memperkenalkan semacam lagu pantun dimana putra dan putri bernyanyi dengan cara sahut menyahut. Mereka memakai sebuah alat tiup bernama Khen terdiri dari 6 batang bambu yang ditiup bersama dalam kelompok d atau 3 nada. Alat ini dikenal pula di Cina Sheng dan di Kalimantan dengan nama Kledi.  Sejumlah batang bambu dengan ukuran yang berbeda-beda di tanam di tanah. Tiupan angin menimbulkan bunyi bagaikan Kledi raksasa yang cukup indah (terdapat di Bali sampai sekarang). Alat musik bambu lain seperti suling, angklung dan lain sebagainya. Telah
Nyanyian pantun serta alat ini hanya merupakan salah satu alat dari sejumlah besar alat musik bambu yang sampai sekarang terdapat di Asia Tenggara.  Hal ini juga merupakan bukti keberadaan musik pada zaman prasejarah, khususnyapada masa imigrai pra-melayu.

2.   Imigrasi Proto-Melayu pada








Menurut para ahli sejarah, ini terjadi jaman perunggu (abad 4SM), imigrasi ini dikenal dengan imigrasi proto-melayu, pada jaman itu terjadi lagi suatu gelombang imigrasi ke Indonesia di sekitar abad 4 SM berpangkal dari suatu daerah Cina Selatan Annam. R. von Heine-Geldern berpendapat perpindahan suku-suku dari daerah tersebut lewat Kamboja, Laos, Thailand, Malaysia ke Indonesia dan berjalan terus ke Filipina, Melanesia dan Polynesia.
Pendapat R. von Heine-Geldern tersebut diperkuat dan dibuktikan pula oleh P. Wilhelm Schmidt (1868-1954) yang menemukan bahwa para penduduk Indonesia, Melanesia dan Polynesia berdasarkan satu bahasa yang sama (yang memang kemudian berkembang sendiri-sendiri), teori ini   didukung oleh hampir semua ahli sejarah.  
Karena bahasan kita adalah musik, lalu apa kaitannya imigrasi ini dengan perkembangan musik?  Karena ini terjadi pada zaman perunggu maka kedatangan mereka mempengaruhi juga kebudayaan musik. Peninggalan peralatan dari zaman tersebut terbuat dari perunggu, salah satunya adalah alat musik semacam gong, diperkirakan bahwa gong-gong pertama berasal pula dari Asia Selatan, karena di dekat Annam.
Diantara peralatan perunggu adalah yang ditemukan pada tahun 1930-an, pada tahun itu  ditemukan banyak sekali alat dari perunggu diberbagai wilayah Asia Tenggara, sehingga terbukti bahwa dari sinilah kebudayaan perunggu tersebar tidak hanya ke Indonesia tetapi ke seluruh Asia Tenggara.
Kebidayaan yang dibawa imigran Asia tengah ke wilayah asia tenggara dikenal juga dengan sebutan kebudayan dong-son.  Kebudayaan ini mewarnai masyarakat asia tenggara dari abad 7-1 SM dan mencapai puncaknya pada abad 3-2 SM. Salas sat bagian dari tiap kebudayaan adalah musik, lalu bagaimana dengan musik dalam kebudayaan Dong-son?
Sedikit yang bisa kita ketahui tentang kebudayaan musik mereka, bahkan boleh dikatakan kita tidak tahu apa-apa tentang musik mereka. Hanya diperkirakan bahwa musik mereka memiliki gong yang berukuran besar, maka musiknya berat. Menurut ahli sejarah tertentu tangga nada Pelog ikut dibawa ke Indonesia oleh kelompok Proto-Melayu. Menurut Alec Robertson dan Denis StevensPelog mula-mula tersebar di seluruh Asia Tenggara, namun kemudian terutama dipelihara di Jawa dan Bali. Karena tidak ada catatan maka tidak dapat diketahui teori musik yang melatar belakangi tangga nada yang unik ini.  


B.      Jaman Sejarah (Hindu-abad 4-12)




Setelah kebudayaan dong-son yang didalam termasuk musik, mencapai puncak kejayaannya, pada abad 3-2 SM, secara perlahan namun pasti pengaruh kebudayaan dongson mulai bergeser. Perubahan besar atau  revolusi’ terjadi pada abad 1.SM yaitu pada bidang trasportasi, dengan dibuat kapal besar-besar di teluk Persia Laut Cina.
Pada tahun-tahun abad 1.M lalu lintas ke Indonesia pun menjadi intensif (sebelumnya diperkirakan lalu lintas terjadi terutama lewat daratan). Awal-awal abad Masehi para pedagang antar Negara mulai melwati serta memasuk wilayah Indonesia, terutama pedagang India yang mulai mendatangi daerah-daerah Indonesia sejak abad 2 dan 3 Masehi untuk berdagan. Dengan kejadian seperti itu, maka pengaruh India di Indonesia dan tambah besar, baik dari segi perdagangan dan politik maupun agama dan kebudayaan, tak terkecuali musik.
Pengaruh India, terutama agama Budha semkin kuat denan berdirinya kerajaan Budha di Sumatera pada awal abad 7 Masehi dalam kerajaan Sriwijaya dan kemudian di Jawa dengan kerajaan Syailendra (750-850 Masehi). Pengaruh kebudayaan India mencapai puncaknya dari pertengahan abad 8 Masehi sampai abad 11 Masehi dimana fase kreativitas yang sangat tinggi. Pada masa itu berkembanglah kebudayaan Jawa berupa musik dan tari, arsitektur dan seni rupa, pada waktu itu dibangunlah Candi Borobudur dan Candi Prambanan 
Dalam bidang musik selain tangga nada Pelog dipakai juga tangga nada Slendro yang bentuk dan rupanya diperkenalkan oleh Dinasti Syailendra pada abad 8 Masehi. Menurut cerita tangga nada ini ditemukan oleh dewa Barata Endra atas petunjuk dewa Shiva.     
Waktu orang Hindu datang ke Jawa, mereka telah menemukan bermacam-macam alat musik. Agama Hindu yang masuk melalui pedagang-pedagang India juga mempengaruhi perkembangan music, music zaman itu  sangat dipengaruhi oleh drama Hindu dalam bahasa Sansekerta Ramayana. Drama ini diterjemakan dan diolah bebas dalam banyak bahasa di Asia Tenggara.  
Dalam relief pada Borobudur terdapat alat musik local maupun alat musik yang diimpor dari India seperti gendamg, termasuk gendang dari tanah dengan kulit hanya di satu sisi, kledi, suling, angklung, alat tiup (semacam hobo), xylofon (bentuknya setengah gambang, setengah calung), sapeq, sitar dan harpa dengan 10 dawai, lonceng dari perunggu dalam macam-macam ukuran, gong, saron, bonang. Tidak dapat disangkal bahwa alat musik mula-mula dimainkan menurut kebiasaan India.
Di Jawa Tengah telah ditemukan penggalian-penggalian sejumlah besar kumpulan bonang, nada-nada gender dan saron, lonceng, gendang, gong-gong, namun tidak jelas dari abad berapa. Dalam perkembngan selanjutnya  nampak bahwa alat musik ini juga telah dipakai sebelum jaman Hindu.  










Pada masa abad 11-13 terjadi pergeseran politik yang jga berimbas pada perkembangan music. Pusat politik pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dengan Kerajaan Airlangga yang berhasil menaklukkan seluruh Jawa (1037),  Singasari pada abad 13, serta  . Kerajaan Majapahit, dengan patihnya Gajah Mada pada tahun 1350-1389 merupakan puncak kejayaan Majapahit dengan Pemerintahan Hayam Wuruk. Seluruh kepulauan (termasuk kerajaan Sriwijaya) masuk dalam wilayah Nusantara, maka tidak mengherankan bahwa pada waktu itu pun gong yang di Jawa di bawa ke seluruh Nusantara.
 Pada akhir jaman Hindu gamelan sudah lengkap seperti jaman sekarang, hanya satu alat belum ada: rebab. Meskipun demikian, menurut Jaap Kunst belum tentu semua alat dimainkan selalu bersama-sama. Mungkin sekali terdapat suatu ansambel dengan alat musik lembut yang terutama dipakai di dalam ruang dengan gender, gambang dan suling.
Selain itu terdapat ansambel dengan alat musik keras dengan gendang, cymbal (di Jawa sudah tidak ada), macam-macam gong yang dipakai terutama diluar gedung untuk pesta dan pawai. Ansambel alat yang keras seperti di Jawa terdapat terdapat pula di pulau-pulau lain misalnya di Nias dan Flores Barat.
 Tahun 1389 – 1520 merupakan jaman kemunduran dan kehancuran kerajaan Majapahit. Sementara itu di Malaka terjadi perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang berkuasa sampai Sumetera.
 Sementara itu di Jawa kerajaan Demak, Kerajaan Islam (1500-1546), kesultanan Demak menguasai seluruh Jawa dan sebagian besar kepulauan di luar Jawa. Bersama dengan agama Islam masuk ke Indonesia pula alat musik Arab, misalnya rebana, rebab, gambus. Namun alat musik ini berkembang di Indonesia  mengalami perubahan bentuk dan cara bermain,  di Jawa,Bali, Sulsel, Sumba (di Sumba rebab ini disebut ‘dunggak roro’) dengan dua dawai; di Sumatera, Kalimantan, Sulut dan Maluku dengan satu dawai; di Aceh dengan tiga dawai. Dalam perkembangan selanjutnya muncul pula  nama rebana seoerti terbang, trebang, robana, rabana. Sedangkan gambus {sejenis gitar/mandolin) biasanya dilengkapi dengan alat seperti biola, akordeon, gendang, seruling, bas menjadi orkes gambus. Dengan kata lain: alat musik ini mengalami suatu proses pengintegrasian ke dalam tradisi musik Indonesia.