Temboro
Abu Ilham Muhammad
Temboro adalah nama desa di wilayah Kecamatan
Karas, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Di desa
ini terdapat sebuah pondok pesantren yang bernama Pondok
Pesantren Al Fatah. Pola pembangunan di desa ini lebih didominasi
oleh pertanian pangan yaitu palawija dan tebu.
Letak geografis desa Temboro,:
Ø wilayah
sebelah utara berbatasan dengan Desa Jungke, dan Desa Karas.
Ø sebelah
timur berbatasan dengan Desa Temenggungan, Desa Winong, dan Desa Kembangan.
Ø sebelah
selatan berbatasan denag Desa Kedungguwo.
Ø sebelah
barat berbatasan dengan desa Taji.
Seluruh
penduduk Desa Temboro100% penganut agama Islam yang sangat religius, ini tak
lepas karena di Desa Temboro ada Pondok Pesantren Al Fatah.
Pondok Pesantren Al Fatah sangat aktif
berdakwah untuk mensiarkan agama Islam, tidak hanya di sekitar desa tapi
keseluruh pelosok Indonesia, bahkan ke luar negeri. Pada tanggal 4-6 Agustus
2017 Pondok Pesantren Al Fatah mengadakan Musyawarah Nasional yang diikuti
sekitar 300.000 ulama dan santri seluruh Indonesia, juga perwakilan dari Luar
negeri.
http://imgcdn.rri.co.id/thumbs/berita_531069_800x600_3._Perempatan_Temboro_.jpg
http://rri.co.id/madiun/post/berita/531069/pendidikan/di_ponpes_al_fatah_temboro_30_juz_al_quran_dikhatamkan_dalam_20_rakaat_tarawih_plus_3_rakaat_witir.html
Desa
ini memang layak menyandang sebutan
kampung Madinah. Desa kecil dengan luas hanya 259 hektar ini memiliki empat Pondok Pesantren dengan jumlah santri yang luar
biasa, mencapai lebih dari 17 ribu.
"Dari
empat Pondok Pesantren di desa kami, terdapat 17 ribu lebih santrinya. Jumlah
itu baik santri lokal dan manca negara juga banyak ribuan," jelas
Sekretaris desa Temboro Muhamad Safi' kepada detikcom, Sabtu (19/5).
Kehidupan sehari-hari di
ponpes dengan warga sekitarnya, telah bersinergi dan harmoni selama
bertahun-tahun, bahkan sejak ponpes tersebut berdiri.
Ponpes
Al Fatah dibangun pada 1950-an. Ponpes yang saat ini telah memiliki puluhan
ribu santri tersebut, awalnya masjid dan tempat belajar mengaji yang didirikan
Kiai Haji Mahmud.
Seiring
dengan perkembangan waktu, Ponpes Al Fatah memiliki Madrasah Ibtidaiyah,
Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Tahfidzul Quran, dan Madrasah
Diniyah.
Ponpes
Al Fatah mulai mengalami perkembangan pesat sekitar 2000-an di bawah pimpinan
K.H. Uzairon Hayfur Abdillah yang merupakan putra K.H. Mahmud.
Saat
ini, bangunan ponpes telah menyebar di tiga lokasi yang mendominasi wilayah
Desa Temboro, yakni Pondok Pusat, Pondok Utara, dan Trangkil Darussalaam yang
sebagian besar merupakan pondok putri.
Sebanyak
50 persen lebih warga di Kampung Madinah pendatang, sisanya warga asli Desa
Temboro.
Para
pendatang merupakan santriwan dan santriwati berasal dari berbagai wilayah di
Indonesia serta 16 negara yang sedang menuntut ilmu di Ponpes Al Fatah. Selain
itu, warga luar Temboro yang membuka usaha dagang di wilayah tersebut.
"Sampai
dengan saat ini, jumlah santri yang belajar di Ponpes Al Fatah mencapai
22.000 lebih. Itu belum termasuk santri yang belajar kilat selama beberapa hari
saja atau bulan. Tahun ajaran baru ini saja, Ponpes Al Fatah menerima 4.000
santri baru," kata dia.
Aktivitas
keseharian pondok telah memberikan lapangan pekerjaan bagi warga desa sekitar
yang dahulu hanya mengandalkan pertanian. Perputaran uang di Kampung Madinah
tersebut ditaksir bisa mencapai puluhan miliaran rupiah setiap bulan.
https://news.detik.com/berita/4029017/ada-kampung-madinah-di-magetan
Warga
desa, terutama kaum ibu, banyak yang menjual makanan olahan sendiri untuk
disetorkan ke koperasi pondok, mulai dari nasi bungkus hingga jajanan gorengan
untuk keperluan para santri.
"Semua
kebutuhan santri dipenuhi dengan membeli keperluan di koperasi pondok. Hal itu
karena santri dilarang keluar kecuali ada alasan genting, seperti sakit.
Koperasi pondok tentunya mendapatkan pasokan dari warga sekitarnya," kata
Lukman.
Warga
setempat dari kalangan laki-laki menyediakan jasa transportasi berupa becak
motor. Sesuai kesepakatan dengan pondok, tarif becak motor Rp5.000 per kepala
untuk jarak jauh maupun dekat.
"Jadi
kalau mengangkut dua orang, bayarnya Rp10.000. Ngitungnya per orang, bukan per
becak," katanya.
Selain
memasok makanan dan jasa becak motor, banyak juga warga sekitar dan pendatang
membuka toko atau kios guna menjual semua barang keperluan santri, mulai dari
toko baju gamis, baju muslim, dan keperluan belajar santri.
Baju-baju
muslim perempuan yang dijual di toko-toko setempat kebanyakan dibuat sendiri
oleh pemilik tokonya. Proses pembuatan baju muslim tersebut melibatkan ibu-ibu
warga desa dalam hal memasang manik-manik baju ataupun menjahit untuk kemudian
disetor ke toko.
Paling
ramai jika tiba agenda pertemuan wali santri. Biasanya digelar setiap Syawal
pada tanggal 20-an. Dalam kegiatan itu, ponpes mengundang seluruh wali santri
untuk bersilaturahim sekaligus membacakan laporan tentang kegiatan ponpes,
mulai dari laporan keuangan, kegiatan santri, hingga pembangunan pondok.
Erwin,
salah satu pedagang baju gamis di wilayah setempat, mengaku mendapatkan
pendapatan yang besar saat pertemuan wali santri.
Dia
memasok baju gamis lebih banyak saat kegiatan itu yang didatangkannya dari
Surabaya dan Jakarta untuk dijual.
"Ramai
sekali kalau pas wali muridan. Ini pertemuannya se-Asia Tenggara. Banyak
santrinya. Tahun kemarin pendapatan bisa Rp150 juta selama kegiatan,"
katanya.
Ali,
salah satu penarik becak motor, mengaku per hari omzetnya bisa mencapai Rp1,5
juta saat pertemuan wali santri. Adapun pertemuan wali santri biasa digelar
selama 10 hari, sedangkan seminggu sebelum acara itu, para wali santri dan
santrinya sudah berdatangan.
Pengajian
biasanya digelar setiap Kamis malam setelah Maghrib. Setelah shlat Isya, banyak
warga yang melakukan taklim dan zikir.
Saat
Bulan Suci Ramadhan, banyak warga desa menjual makanan takjil untuk berbuka
puasa para santri dan warga pendatang. Jalanan di Kampung Madinah menjelang jam
berbuka puasa menjadi padat karena semua warga berbaur.
Saat
Idul Adha, para santri dan warga juga melaksanakan takbir sambil berkeliling
Kampung Madinah.
Pemotongan
hewan kurban juga dilakukan bersama di sejumlah masjid pondok dan kampung.
Pembagian daging kurban juga menyasar warga, terlebih mereka yang kurang mampu.
Ponpes
Al Fatah juga biasa menggelar pengajian akbar saat memperingati Hari Ulang
Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Kegiatan tersebut juga melibatkan warga
sekitar pondok.
Hingga
kini, jumlah santri yang menuntut ilmu di Ponpes Al Fatah mencapai lebih dari
22.000 orang.
Dari
jumlah tersebut, sekitar 980 santri berasal dari luar negeri, yang kebanyakan
dari negara-negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Brunei, dan Thailand.
Sumber : wikipedia, kompas.com, kopasiana.com, detiknews.com dan berbagai sumber lain