Perkembangan
Musik Indonesia
Mendengar
atapun menikmati musik pada dasarnya merupakan salah satu fitrah yang
dianugerahkan Tuhan pada makhluknya yang bernama manusia, tanpa kecuali. Setidaknya
untuk mendengarkan keindahan alunan suara yang memiliki irama atau aturan
tertentu, ataupun suara yang indah terdengar leh telinga, contoh sederhana adalah
mendengarkan kicai burung.
Dengan
pemahaman tersebut, kemungkinan musik atauu cikal bakal musik telah ada sejak manusia ada di mukabumi ini,
hanya bentuknya yang berbeda setiap zamannya. Jika dalam sejarah peradaban
manusia kita mengenal istilah zaman prasejarah, maka dalam membahas sejarah
perkembangan musikpun tidak terlepas dengan istilah atau zaman prasejarah
tersebut.
Begitu
pula dengan keberadaan musik di Indonesia, konon telah dikenal sejak zaman
prasejarah. Prasejarah Musik Indonesia dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, menurut
penelitian barat sehingga musik itu dikatakan telah melampaui batas bahasa,
kebudayaan bahkan agama. Bagi orang barat, India sering disamakan dengan
Indonesia. Mereka menyebut India dengan Indie (Nedherland-Oost) yang maksudnya
Indonesia.
Lalu
bagaimana perkembagan musik Indonesia sejak zama prasejarah hingga abad modern
ini? Kita akan melihat perkembangan musik Indonesia dalam tiga zaman, yaitu
prasejarah, zaman sejarah, dan Zaman modern sekarang ini.
A.
Jaman Prasejarah
Jaman
prasejarah sebuah bangsa adalah jaman dimana belum di kenal tulisan-tulisan
yang ,menggambarkan bangsa bersangkutan. Kebaradaan bangsa beserta kebudayaannya
dikenal hanya memalaui peninggalan-peninggalan arkeologi. Jaman
praserjarah ternyata belum banyak diteliti dengan kata lain
diselidiki oleh para arkeolog , sejarawan atau yang lain. Padahal zaman
prasejarah Indonesia yang dmulai kira-kira
2500 Sebelum Masehi dan abad ke-1 Masehi ditemukan perkembangan kebudayaan
termasuk musik sampai saat ini.
Alec Robertson dan Denis Stevens (penulis buku
Geschichte der Musik 1 dari Munchen, Germany), mengatakan bhwa pada jaman
Mesolitikum kira-kira tahun 5000 SM di Asia Tenggara terdapat 3 ras besar, yaitu
orang Australide (penduduk asli), orang Melanesia (berasal dari Asia Tengah)
dan orang Negrito (mungkin dari India).
1.
Imigrasi Pra-Melayu
Diperkirakan
oleh para ahli sejarah, bahwa antara tahun 2500 dan 1500 SM telah terjadi suatu
perpindahan bangsa dari Asia Tengah ke Asia Tenggara, termasuk ke wilayah
Indonesia. Perpinpindahan tersebut merupakan imigrasi besar-besaran dengan
tjuan untuk menetap di wilayah yang baru nantinya.
Dalam perpindahan tersebut mereka membawa
serta kebudayaan mereka, speperti kebudayaan bambu serta teknik pengolahan
lading. Imigran dari Annam (Cina Selatan) mereka memperkenalkan semacam lagu
pantun dimana putra dan putri bernyanyi dengan cara sahut menyahut. Mereka
memakai sebuah alat tiup bernama Khen terdiri dari 6 batang bambu yang ditiup
bersama dalam kelompok d atau 3 nada. Alat ini dikenal pula di Cina Sheng dan
di Kalimantan dengan nama Kledi. Sejumlah
batang bambu dengan ukuran yang berbeda-beda di tanam di tanah. Tiupan angin
menimbulkan bunyi bagaikan Kledi raksasa yang cukup indah (terdapat di Bali
sampai sekarang). Alat musik bambu lain seperti suling, angklung dan lain
sebagainya. Telah
Nyanyian
pantun serta alat ini hanya merupakan salah satu alat dari sejumlah besar alat
musik bambu yang sampai sekarang terdapat di Asia Tenggara. Hal ini juga merupakan bukti keberadaan musik
pada zaman prasejarah, khususnyapada masa imigrai pra-melayu.
2.
Imigrasi Proto-Melayu pada
Menurut
para ahli sejarah, ini terjadi jaman perunggu (abad 4SM), imigrasi ini dikenal
dengan imigrasi proto-melayu, pada jaman itu terjadi lagi suatu gelombang
imigrasi ke Indonesia di sekitar abad 4 SM berpangkal dari suatu daerah Cina
Selatan Annam. R. von Heine-Geldern berpendapat perpindahan suku-suku dari
daerah tersebut lewat Kamboja, Laos, Thailand, Malaysia ke Indonesia dan
berjalan terus ke Filipina, Melanesia dan Polynesia.
Pendapat
R. von Heine-Geldern tersebut diperkuat dan dibuktikan pula oleh P. Wilhelm
Schmidt (1868-1954) yang menemukan bahwa para penduduk Indonesia, Melanesia dan
Polynesia berdasarkan satu bahasa yang sama (yang memang kemudian berkembang
sendiri-sendiri), teori ini didukung oleh hampir semua ahli sejarah.
Karena
bahasan kita adalah musik, lalu apa kaitannya imigrasi ini dengan perkembangan musik? Karena ini terjadi pada zaman perunggu maka
kedatangan mereka mempengaruhi juga kebudayaan musik. Peninggalan peralatan
dari zaman tersebut terbuat dari perunggu, salah satunya adalah alat musik
semacam gong, diperkirakan bahwa gong-gong pertama berasal pula dari Asia
Selatan, karena di dekat Annam.
Diantara
peralatan perunggu adalah yang ditemukan pada tahun 1930-an, pada tahun itu ditemukan banyak sekali alat dari perunggu
diberbagai wilayah Asia Tenggara, sehingga terbukti bahwa dari sinilah
kebudayaan perunggu tersebar tidak hanya ke Indonesia tetapi ke seluruh Asia
Tenggara.
Kebidayaan
yang dibawa imigran Asia tengah ke wilayah asia tenggara dikenal juga dengan
sebutan kebudayan dong-son. Kebudayaan
ini mewarnai masyarakat asia tenggara dari abad 7-1 SM dan mencapai puncaknya
pada abad 3-2 SM. Salas sat bagian dari tiap kebudayaan adalah musik, lalu bagaimana
dengan musik dalam kebudayaan Dong-son?
Sedikit
yang bisa kita ketahui tentang kebudayaan musik mereka, bahkan boleh dikatakan
kita tidak tahu apa-apa tentang musik mereka. Hanya diperkirakan bahwa musik
mereka memiliki gong yang berukuran besar, maka musiknya berat. Menurut ahli
sejarah tertentu tangga nada Pelog ikut dibawa ke Indonesia oleh kelompok
Proto-Melayu. Menurut Alec Robertson dan Denis StevensPelog mula-mula tersebar
di seluruh Asia Tenggara, namun kemudian terutama dipelihara di Jawa dan Bali.
Karena tidak ada catatan maka tidak dapat diketahui teori musik yang melatar belakangi
tangga nada yang unik ini.
B.
Jaman Sejarah (Hindu-abad 4-12)
Setelah
kebudayaan dong-son yang didalam termasuk musik, mencapai puncak kejayaannya,
pada abad 3-2 SM, secara perlahan namun pasti pengaruh kebudayaan dongson mulai
bergeser. Perubahan besar atau revolusi’
terjadi pada abad 1.SM yaitu pada bidang trasportasi, dengan dibuat kapal
besar-besar di teluk Persia Laut Cina.
Pada
tahun-tahun abad 1.M lalu lintas ke Indonesia pun menjadi intensif (sebelumnya
diperkirakan lalu lintas terjadi terutama lewat daratan). Awal-awal abad Masehi
para pedagang antar Negara mulai melwati serta memasuk wilayah Indonesia, terutama
pedagang India yang mulai mendatangi daerah-daerah Indonesia sejak abad 2 dan 3
Masehi untuk berdagan. Dengan kejadian seperti itu, maka pengaruh India di
Indonesia dan tambah besar, baik dari segi perdagangan dan politik maupun agama
dan kebudayaan, tak terkecuali musik.
Pengaruh
India, terutama agama Budha semkin kuat denan berdirinya kerajaan Budha di
Sumatera pada awal abad 7 Masehi dalam kerajaan Sriwijaya dan kemudian di Jawa
dengan kerajaan Syailendra (750-850 Masehi). Pengaruh kebudayaan India mencapai
puncaknya dari pertengahan abad 8 Masehi sampai abad 11 Masehi dimana fase
kreativitas yang sangat tinggi. Pada masa itu berkembanglah kebudayaan Jawa
berupa musik dan tari, arsitektur dan seni rupa, pada waktu itu dibangunlah
Candi Borobudur dan Candi Prambanan
Dalam
bidang musik selain tangga nada Pelog dipakai juga tangga nada Slendro yang
bentuk dan rupanya diperkenalkan oleh Dinasti Syailendra pada abad 8 Masehi.
Menurut cerita tangga nada ini ditemukan oleh dewa Barata Endra atas petunjuk
dewa Shiva.
Waktu
orang Hindu datang ke Jawa, mereka telah menemukan bermacam-macam alat musik. Agama
Hindu yang masuk melalui pedagang-pedagang India juga mempengaruhi perkembangan
music, music zaman itu sangat
dipengaruhi oleh drama Hindu dalam bahasa Sansekerta Ramayana. Drama ini
diterjemakan dan diolah bebas dalam banyak bahasa di Asia Tenggara.
Dalam
relief pada Borobudur terdapat alat musik local maupun alat musik yang diimpor
dari India seperti gendamg, termasuk gendang dari tanah dengan kulit hanya di
satu sisi, kledi, suling, angklung, alat tiup (semacam hobo), xylofon
(bentuknya setengah gambang, setengah calung), sapeq, sitar dan harpa dengan 10
dawai, lonceng dari perunggu dalam macam-macam ukuran, gong, saron, bonang.
Tidak dapat disangkal bahwa alat musik mula-mula dimainkan menurut kebiasaan
India.
Di
Jawa Tengah telah ditemukan penggalian-penggalian sejumlah besar kumpulan
bonang, nada-nada gender dan saron, lonceng, gendang, gong-gong, namun tidak
jelas dari abad berapa. Dalam perkembngan selanjutnya nampak bahwa alat musik ini juga telah dipakai
sebelum jaman Hindu.
Pada
masa abad 11-13 terjadi pergeseran politik yang jga berimbas pada perkembangan
music. Pusat politik pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dengan Kerajaan
Airlangga yang berhasil menaklukkan seluruh Jawa (1037), Singasari pada abad 13, serta . Kerajaan Majapahit, dengan patihnya Gajah
Mada pada tahun 1350-1389 merupakan puncak kejayaan Majapahit dengan
Pemerintahan Hayam Wuruk. Seluruh kepulauan (termasuk kerajaan Sriwijaya) masuk
dalam wilayah Nusantara, maka tidak mengherankan bahwa pada waktu itu pun gong
yang di Jawa di bawa ke seluruh Nusantara.
Pada akhir jaman Hindu gamelan sudah lengkap
seperti jaman sekarang, hanya satu alat belum ada: rebab. Meskipun demikian,
menurut Jaap Kunst belum tentu semua alat dimainkan selalu bersama-sama.
Mungkin sekali terdapat suatu ansambel dengan alat musik lembut
yang terutama dipakai di dalam ruang dengan gender, gambang dan suling.
Selain
itu terdapat ansambel dengan alat musik keras dengan gendang, cymbal (di Jawa
sudah tidak ada), macam-macam gong yang dipakai terutama diluar gedung untuk pesta
dan pawai. Ansambel alat yang keras seperti di Jawa terdapat terdapat pula di
pulau-pulau lain misalnya di Nias dan Flores Barat.
Tahun 1389 – 1520 merupakan jaman kemunduran
dan kehancuran kerajaan Majapahit. Sementara itu di Malaka terjadi perkembangan
kerajaan-kerajaan Islam yang berkuasa sampai Sumetera.
Sementara itu di Jawa kerajaan Demak, Kerajaan
Islam (1500-1546), kesultanan Demak menguasai seluruh Jawa dan sebagian besar
kepulauan di luar Jawa. Bersama dengan agama Islam masuk ke Indonesia pula alat
musik Arab, misalnya rebana, rebab, gambus. Namun alat musik ini berkembang di
Indonesia mengalami perubahan bentuk dan
cara bermain, di Jawa,Bali, Sulsel,
Sumba (di Sumba rebab ini disebut ‘dunggak roro’) dengan dua dawai; di
Sumatera, Kalimantan, Sulut dan Maluku dengan satu dawai; di Aceh dengan tiga
dawai. Dalam perkembangan selanjutnya muncul pula nama rebana seoerti terbang, trebang, robana,
rabana. Sedangkan gambus {sejenis gitar/mandolin) biasanya dilengkapi dengan
alat seperti biola, akordeon, gendang, seruling, bas menjadi orkes gambus.
Dengan kata lain: alat musik ini mengalami suatu proses pengintegrasian ke
dalam tradisi musik Indonesia.